Selasa, 21 Januari 2014
PERANANA KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
a. Posisi Kesehatan dan Keselamatan dalam ilmu K3
Posisi kesehatan kerja berada pada lingkup pekerja dan lebih menekankan pada aspek promosi terhadap kesehatan para pekerja sementara posisi keselamatan berada pada aspek interaksi yang ada dalam system kerja atau proses kerja.
b. Peran Kesehatan dan Keselamatan dalam ilmu K3
Peran Kesehatan dan Keselamatan dalam ilmu Kesehatan kerja berkontribusi dalam upaya perlindungan kesehatan para pekerja dengan upaya promosi kesehatan, pemantauan dan survailan kesehatan serta upaya peningkatan daya tubuh dan kebugaran pekerja. Sementara peran keselamatan adalah menciptakan system kerja yang aman atau yang mempunyai potensi resiko yang rendah terhadap terjadinya kecelakaan dan menjaga aset perusahaan dari kemungkinan loss.
c. Tujuan Kesahatan dan Keselamatan berdasarkan ilmu K3
Kesehatan kerja memiliki tujuan sebagai berikut
1. Mencegah terjadinya penyakit akibat kerja
2. Meningkatkan derajat kesehatan pekerja melalui promosi K3
3. Menjaga status kesehatan dan kebugaran pekerja pada kondisi yang optimal
Keselamtan kerja memiliki tujuan sebagai berikut
1. menciptakan system kerja yang aman mulai dari input, proses dan out put
2. Mencega terjadinya kerugian (loss) baik moril ataupun materil akibat terjadinya kecelakaan
3. Melakukan pengendalian terhadap resiko yang ada di tempat kerja
d. Fungsi Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Fungsi dari Kesehatan kerja
1. Identifikasi dan Melakukan Penilaian terhadap resiko dari bahaya kesehatan di tempat kerja
2. Memberikan saran terhadap perencanaan dan pengorganisasian dan praktek kerja termasuk desain tempat kerja
3. Memberikan saran, informasi, pelatihan dan edukasi tentang kesehatan kerja dan APD
4. Melaksanakan surveilan terhadap kesehatan kerja
5. Terlibat dalam pross rehabilitasi
6. Mengelolah P3K dan tindakan darurat
Fungsi dari Keselamatan kerja
1. Antisipasi, identifikasi dan evaluasi kondisi dan praktek berbahaya
2. Buat desain pengendalian bahaya, metode, prosedur dan program
3. Terapkan, dokumentasikan dan informasikan rekan lainnya dalam hal pengendalian bahaya dan program pengendalian bahaya
4. Ukur, periksa kembali keefektifitas pengendaliahn bahaya dan program pengendalian bahaya
Sabtu, 24 Agustus 2013
Lomba sanitasi tepat guna
Diare merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama di Indonesia. Menurut Survei Demografi Kesehatan terakhir (2007), angka kematian bayi dan balita yaitu 44 per 1000 kelahiran hidup, dimana diare memberikan kontribusi terbesar. Hal ini terjadi baik di perdesaan dan di perkotaan. Untuk menjawah tantangan tersebut Kemeterian Kesehatn meluncurkan Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang merupakan keputusan Menteri Kesehatan No. 852 tahun 2008.
Penyediaan sarana sanitasi, masih menghadapi tantangan, dikarenakan:
- Teknologi untuk lokasi khusus seperti daerah sempit perkotaan, daerah pasang surut dsb masih belum banyak tersedia
- Persepsi masyarakat bahwa teknologi yang aman itu mahal dan rumit
- Investasi yang tinggi
- Pengoperasian dan perawatan tidak mudah
Peserta
Lomba ini terbuka untuk umum, baik perorangan maupun kelompok.
Peserta lomba bisa berasal dari :
akademisi (mahasiswa dan dosen), profesional di bidang sanitasi dan higien, NGO dan masyarakat umum.
Hadiah
Uang tunai total sebesar Rp. 110.000.000,00
informasi lengkap di :
Apresiasi Lainnya
http://sanitasitotal.com/wp/?page_id=1746
Selasa, 26 Februari 2013
Harvard-IAKMI Tawarkan Beasiswa Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih
http://health.detik.com/read/2012/07/17/181405/1967700/763/harvard-iakmi-tawarkan-beasiswa-kesehatan-endang-rahayu-sedyaningsih
Jakarta, Salah satu perguruan tinggi terkemuka di dunia, Harvard University, bekerja sama dengan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) dan Kementerian Kesehatan RI menyelenggarakan program beasiswa bernama Endang Rahayu Sedyaningsih Scholarship Program (ERS-SP).
Program ini diselenggarakan sebagai wujud penghormatan terhadap mantan Menteri Kesehatan RI, Almarhumah Dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, dr, MPH, Dr.PH karena integritasnya dalam memajukan kesehatan masyarakat di Indonesia.
Bidang yang ditawarkan dalam ERS-SP ini adalah bidang kesehatan masyarakat yang diprioritaskan pada pengembangan promotif dan preventif Traditional Complementary and Alternative Medicine (TCAM), penyakit tidak menular yang juga dikaitkan dengan Millennium Development Goals (MDGs), pembiayaan kesehatan yang adil, kesehatan global dan pengembangan upaya hidup sehat.
Tak hanya itu, kesempatan beasiswa untuk bidang lain juga masih terbuka di masa depan. Menurut rilis yang diterima detikHealth, Selasa (17/7/2012), ERS-SP bersifat independen, tidak terikat pada universitas atas beasiswa tertentu dan akan dikelola oleh sekretariat yang dibentuk IAKMI. IAKMI akan bertanggung jawab terhadap laporan tahunan yang menjelaskan siapa saja penerima beasiswa dan output yang dihasilkan.
Program beasiswa ini didanai melalui 3 metode, yaitu program langsung dari Harvard University melalui HENRI Program, donasi langsung khusus untuk ERS-Scholarship Program yang dikelola oleh IAKMI dan pendapatan dari sumbangan yang dikelola oleh IAKMI. Sekretariat ERS-Scholarship akan bertanggungjawab dalam pendanaan program dan menyesuaikannya kepada penerima.
Sampai saat ini, telah diseleksi 8 orang penerima beasiswa atau Harvard Fellows untuk mendalami kebijakan kesehatan Indonesia selama 6 minggu di Harvard School of Public Health mulai awal Juli 2012. Kesemua penerima ini wajib menyusun 2 manuskrip tentang kebijakan kesehatan di Indonesia. Penyusunan manuskrip tersebut dilakukan dengan koordinasi dan dibawah bimbingan Kemenkes dan jajaran terkait.
Manuskrip yang sudah disusun akan disajikan pada bulan September 2012 dalam Lokakarya Nasional Kebijakan Kesehatan. Lokakarya tersebut diharapkan akan menghasilkan opsi kebijakan kesehatan di masa mendatang. Acara ini rencananya akan menghadirkan lembaga donor, akademisi, praktisi, peneliti dan para pemangku kepentingan lainnya.
Kedelapan penerima beasiswa atau Harvard Fellows ERS-Scholarship 2012 adalah sebagai berikut:
1. Suparmi, Msc, dari Badan Litbangkes Kemenkes RI
2. Christiana R Titaley, DDS, MPH, PhD dari Universitas Indonesia
3. Dwi Gayatri, DDS, MPH dari Universitas Indonesia
4. Anna Vipta Resti Mauludyani, MSc dari Institut Pertanian Bogor
5. Rizanda Machmud, MD, MPH, DrPH dari Universitas Andalas
6. Defriman Djafri, MPH, PhD.c dari Universitas Andalas
7. Lina Rospita, MSc, dari SEAMEO-RECFON/U
8. Rina Agustina MD, Msc, dari SEAMEO-RECFON/U
Lowongan USAID Vacancy Public Health Monitoring Coordinator
Lowongan Kerja USAID Indonesia
U.S. Agency for International Development (USAID)/Health Office based in Jakarta is recruiting Indonesian
Nationals for the position of PUBLIC HEALTH ASSISTANT (Post Code:
HLTH). Salary starts from Rp.7,647,392 per month depending on
qualifications, experience and salary history.

BASIC FUNCTION OF POSITION:
This position serves as a Public Health Monitoring Coordinator for the Health Office. Under the direct supervision of the USAID Office of Health Director or his/her designee, serves as primary officer responsible for monitoring and reporting across the entire health portfolio, including meeting reporting requirements for the Global Health Initiative (GHI), the Health program’s program monitoring plan (PMP) and FACTS and/or other Agency database reporting system, as well as supporting the HIV/AIDS team for required reporting for the President’s Emergency Plan for AIDS Relief (PEPFAR).
This position serves as a key management and administration specialist with an emphasis on monitoring and evaluation activities and will have primary responsibility for the coordination of reporting requirements across the Office of Health and significant responsibility for strategic information components required by the GHI. In addition, this position will be an active member of the maternal/child health technical team, providing program support to that team as well as support for other cross-cutting requirements for the office.

BASIC FUNCTION OF POSITION:
This position serves as a Public Health Monitoring Coordinator for the Health Office. Under the direct supervision of the USAID Office of Health Director or his/her designee, serves as primary officer responsible for monitoring and reporting across the entire health portfolio, including meeting reporting requirements for the Global Health Initiative (GHI), the Health program’s program monitoring plan (PMP) and FACTS and/or other Agency database reporting system, as well as supporting the HIV/AIDS team for required reporting for the President’s Emergency Plan for AIDS Relief (PEPFAR).
This position serves as a key management and administration specialist with an emphasis on monitoring and evaluation activities and will have primary responsibility for the coordination of reporting requirements across the Office of Health and significant responsibility for strategic information components required by the GHI. In addition, this position will be an active member of the maternal/child health technical team, providing program support to that team as well as support for other cross-cutting requirements for the office.
QUALIFICATIONS REQUIRED:
At a minimum, applicant must have the following:
1. Completion of university degree in or a combination of accounting, liberal arts, management, health, business, administration or social science or related field is required.
2. Three years of work experience with progressive responsibility in international development or related program management, preferable in health. Familiarization with health specific reporting requirements strongly preferred.
3. Level III (Good working knowledge) in English and Level IV (Fluent) in Bahasa Indonesia.
At a minimum, applicant must have the following:
1. Completion of university degree in or a combination of accounting, liberal arts, management, health, business, administration or social science or related field is required.
2. Three years of work experience with progressive responsibility in international development or related program management, preferable in health. Familiarization with health specific reporting requirements strongly preferred.
3. Level III (Good working knowledge) in English and Level IV (Fluent) in Bahasa Indonesia.
SELECTION CRITERIA:
In addition to the above criteria relating to education, experience, and language proficiency, the following criteria will also be used to evaluate applicants:
1. Must Have computer skills in Microsoft Office Programs and Internet.
2. Must be able to travel outside of Jakarta periodically including as frequently as once a month or every 2 months if required.
3. Must have knowledge of the concepts, principles, techniques and practices of program management skills, including experience managing activities, schedules, and project implementation and monitoring/evaluation.
Only short listed candidates will be notified for test and interview.
In addition to the above criteria relating to education, experience, and language proficiency, the following criteria will also be used to evaluate applicants:
1. Must Have computer skills in Microsoft Office Programs and Internet.
2. Must be able to travel outside of Jakarta periodically including as frequently as once a month or every 2 months if required.
3. Must have knowledge of the concepts, principles, techniques and practices of program management skills, including experience managing activities, schedules, and project implementation and monitoring/evaluation.
Only short listed candidates will be notified for test and interview.
Send letter of application, complete resume in English and
supporting documents (in Microsoft Word document format)
& please put the post code : HLTH on the subject of your
email to: Please Login or Register to apply this job online. or fax to: 021-3860336. USAID Website: http://indonesia.usaid.gov
Info Lowongan Kerja USAID lainnya.
supporting documents (in Microsoft Word document format)
& please put the post code : HLTH on the subject of your
email to: Please Login or Register to apply this job online. or fax to: 021-3860336. USAID Website: http://indonesia.usaid.gov
Info Lowongan Kerja USAID lainnya.
Rabu, 15 Agustus 2012
Program “Satu SKM Satu Desa” untuk Indonesia Sehat
Menanggapi berbagai persoalan klasik tentang masalah kesehatan
masyarakat dunia termasuk indonesia, baik penyakit tidak menular maupun
menular. Hal tersebut menjadikan indonesia yang merupakan negara
berkembang harus berusaha lebih keras dengan menganalisis permasalahan
yang ada kemudian mencoba memperbaiki segera masalah dengan berbagai
cara yang dianggap paling efektif dan efesien. Berbagai organisasi
kesehatan terutama sektor pemerintah mulai gelisah baik karena
kepedulian terhadap kesehatan atau karena sebuah tekanan dari kebijakan
dunia, negara maupun masyarakat. Permasalahan tersebut telah ditemukan
dan ditetapkan dalam sebuah perencanaan pembangunan kesehatan, salah
satu diantaranya adalah permasalahan sumber daya kesehatan (SDM).
Pemerintah dan berbagai organisasi profesi telah menetapkan gebrakan
baru yang dianggap mampu mengatasi permasalahan SDM diantaranya adalah
tenaga kesehatan masyarakat (SKM). Permasalahan kualitas dan kuantitas
SDM merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan kesehatan
selain pembiayaan.
Menjamurnya pendidikan kesehatan masyarakat di Indonesia bisa
dikatakan sangat subur hal ini terbukti dengan telah berdiri dan
beroprasionalnya 143 perguruan tinggi (PT) tingkat sarjana, 24 PT
tingkat Magister dan 2 PT untuk tingkat doktor baik negeri (PTN) maupun
swasta (PTS), yang menurut data sampai maret 2010, 70% tingkat sarjana
dan 80 % tingkat magister belum terakreditasi (EPSBED.Dikti, 2010).
Pendidikan kesehatan termasuk SKM dianggap sebagai peluang bisnis yang
menjanjikan khususnya bagi para pengusaha atau pemilik modal PTS aelain
alasan untuk membantu pendidikan masyarakat atau alasan positif lainya (pernah mendengar sendiri, ada pendiri pernah mengatakan demikian). Sayangnya menjamurnya pendidikan SKM di indonesia belum mengedapankan kualitas sasaran, hal ini terbukti dengan banyaknya perguruan tinggi yang belum bisa memenuhi standar minimal
(SDM, kurikulum, sistem pendidikan, laboratorium, dll) pendirian
program studi/perguruan tinggi secara nyata, hal ini justru menimbulkan
brbagai pertanyaan, bagaimanakah pihak pemerintah dalam hal ini
Kementerian Pendidikan Nasional/Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bisa mengeluarkan surat ijin perpanjangan, pendirian dan pembukaan prodi SKM tersebut. (Dapat di lihat pada daftar rujukan Materi Dr.Emma dan Dr.Setiawan di kahir tulisan ini)
Selain itu permasalahan yang juga tidak kalah penting adalah ketika
para SKM telah selesai pendidikan, akankah mereka mengembangkan dan
mengamalkan ilmunya, siap dan mampu berkreatifitas dan berkarya dengan
jalur yang telah dipilihnya hingga finish atau mereka melupakan latar
belakang mereka hingga merubah haluan dan tujuan semula karena demi
mempertahankan hidup, mengisi perut dan membantu ekonomi kaluarga atau
bahkan beralih menekuni bidang ilmu yang lebih menjanjikan. Sudah
sewajarnya organisasi pendidikan dan profesi (IAKMI, PERSAKMI, AIPTKMI,
dan organisas lain dalam disiplin ilmu kesmas) peduli terhadap
saudara-saudara kita yang selama ini telah tercetak (lulusan/SKM) dan
akan tercetak (mahasiswa).
Jika pemerintah berkomitmen untuk memprioritaskan upaya promotif dan
preventifnya, maka sebagai konsekuensinya tentu pendanaan juga harus
disiapkan, jika kesehatan masyarakat terjamin dan meningkat maka
produktifitas manusia juga akan meningkat yang akhirnya berdampak kepada
peningkatan ekonomi negara dan timbal balik dari negara adalah membantu
mensejahterakan masyarakat termasuk SKM yg memiliki potensi tapi tak
berdaya, disitulah letak hubungan timbal balik mutualisme antara
masyarakat dalam hal ini SKM dengan pemerintah atau bangsa Indonesia.
Secara rinci sebagian permasalan pembangunan kesehatan Indonesia
adalah kekurangan SDM termasuk tenaga kesehatan masyarakat. Kekurangan
yang sangat signifikan tenaga kesmas dan persebaranya di Indonesia
menjadi salah satu penyebab yang mengakibatkan melambanya pembangunan
kesehatan. Jika merujuk bahwa keberhasilan pembangunan kesehatan itu 80 %
ditentukan oleh SDM selain pembiayaan tentu upaya realisasi masalah
tersebut perlu dikedepankan. Saat ini berdasarkan data pusat perencanan
dan pembangunan tenaga kesehatan 2011, ketersediaan tenaga kesmas di
indonesia hanya 6.505 orang padahal berdasarkan kebutuhan kesehatan
masyarakat di puskesmas saja mencapai 26.964 orang sehingga kekuranganya
mencapai 21.131 orang. berdasarkan data permasalahan kekurangan SDM
tersebut tentu hal ini akan sulit terealisasi dan hanya akan menjadi
sebatas program dan rencana diatas kertas tanpa adanya usaha nyata untuk
mencapai kekurangan tersebut, meskipun secara produksi tenaga kesmas di
Indonesia telah berjumlah 143 PT tingkat sarjana yang tersebar di
seluruh wilayah provinsi Indonesia. (Lihat materi Dr.oscar kebijakan nasional dan pemberdayaan SKM)
Isu besar kesehatan lain saat ini ialah masalah adekuasi (memadai)
dan sustainabilitas (keberlanjutan) dari pembiayaan kesehatan di
Indonesia, khususnya pembiayaan pemerintah. Diskusi tentang “apakah anggaran saat ini cukup? Atau kurang?,
menjadi perdebatan yang hangat. Jika melihat kebutuhan akan dana
program dari pemerintah yang digulirkan melalui APBN (Pusat) dan atau
APBD (Propinsi dan Kabupaten Kota), maka bisa dikatakan bahwa anggaran
kesehatan Indonesia relative sangat kecil (hanya 1.7% dari total belanja
pemerintah). Tetapi isu menarik berikutnya adalah adanya sisa anggaran
yang tidak terserap di kementrian kesehatan. Data pasti belum terkumpul,
namun kejadian sudah terlihat bertahun-tahun seperti berikut ini. (lihat
materi Review kebijakan penganggaran dan hasil diskusi anggaran
Kemenkes RI di UGM, Apakah Kurang_Kenapa Ada Sisa_2011, diakhir tulisan
ini)

Hasil diskusi kebijakan pembiayaan kesehatan tahun 2011 di UGM selengkapnya dapat dilihat dan di unduh disini.
Merespon hasil diskusi ilmiah dan beberapa pertemuan ilmiah terkait
tenaga kesehatan (SKM), penganggaran kesehatan dan permasalahan
kesehatan selain yang telah dipaparkan sebelumnya, kita sendiri
menyadari bahwa permasalahan yang sedang kita hadapi saat ini cukup
komplek, paling tidak bagaimana kita berusaha menyelesaikan satu
permasalahan pembangunan kesehatan Indonesia (SDM) untuk bisa
menyelesaikan permasalahan yang lain dengan tetap mengacu pada
pokok-pokok MDGs.
Jika rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN I-IV)
Indonesia tidak akan mengalami perubahan seperti dalam konsep berikut
iniMaka sebuah usulan program “Satu SKM Satu Desa” untuk Indonesia sehat, menjadi sebuah alternatif solusi yang tepat. Jika di analisis secara umum tentang latar belakang mengapa muncul usulan tersebut ?, maka secara ringkas dapat saya gambarkan sebagai berikut.




Dengan adanya perencanaan program “Satu SKM Satu Desa” untuk Indonesia sehat, di harapkan program ini menjadi lebih terarah dan jelas untuk menjadi sebuah alternatif solusi atas permasalahan pembangunan kesehatan dan permasalahan SKM seperti berikut.
- Membantu mempercepat dan memperjelas realisasi pembangunan kesehatan sesuai RPJMN 1-4.
- Meningkatkan Mutu SDM, selain peningkatan mutu pendidikan, dengan semakin bertambahnya SKM yang diberdayakan untuk masyarakat dan bangsa maka diharapkan kualitas SKM akan ikut meningkat hal ini berdasarkan filsafat, ilmu akan bertambah dan meningkat jika ilmu itu digunakan/diamalkan dan mencoba fokus pada permasalahan yang dihadapi.
- Masalah MDGs yang saat ini masih belum tercapai terutama MDG 4, 5 dan 6 akan bisa tercapai lebih baik.
- Mencapai penyebaran tenaga Nakes (SKM) yang adil dan merata diseluruh penjuru nusantara sekaligus membantu membangunkan dan mempercepat program kelurahan/desa siaga aktif yang hampir terabaikan.
- Kesehatan masyarakat akan meningkat sehingga produktifitas masyarakat meningkat dan akhirnya berdampak positif kepada perekonomian masyarakat dan negara, sehingga masyarakat akan lebih sejahtera (indikator keberhasilan pembangunan kesehatan WHO, 80 % ditentukan SDM baik kuantitas maupun kualitas).
NB : Karena program ini direncanakan akan diusulkan menjadi program nasional akan lebih baik jika pemerhati dan penggiat kesehatan masyarakat (IAKMI, PERSAKMI, AIPTKMI, ISMKMI, PAMI) dan organisasi profesi lainya dalam disiplin ilmu kesehatan masyarakat) untuk bisa membagikan dan mendiskusikan program Satu SKM Satu Desa” untuk MDGs (Terobosan baru program Indonesia sehat) demi kesempurnaan konsep tersebut. Terimakasih.
Sabtu, 11 Agustus 2012
SKM sebagai kepala puskesmas : sebuah wacana kompetensi
oleh : Nuzulul Kusuma Putri
Salah
satu point penting dalam SK Menkes no. 128 tahun 2004 tentang Kebijakan
Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat adalah kepala puskesmas dipersyaratkan
harus seorang sarjana di bidang kesehatan yang kurikulum pendidikannya
mencakup kesehatan masyarakat dan menempati eselon III B.
Organisasi dan Tatalaksana Puskesmas
Puskesmas
adalah unit pelaksanaan teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu
wilayah. Visi yang dimiliki oleh Puskesmas adalah tercapainya kecamatan
sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat 2010. Masyarakat hidup dalam
lingkungan dan perilaku sehat memiliki kemampuan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata sehingga mampu
untuk memiliki derajat kesehatan yang setinggi- tingginya.
Indikator
pencapaian yang digunakan untuk mengukur visi ini antara lain
lingkungan sehat, perilaku sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang
bermutu, serta derajad kesehatan penduduk kecamatan yang optimal.
Konsekuensinya, upaya pelayanan kesehatan di Puskesmas tidak hanya
dalam hal pengobatan (kuratif) tetapi juga meliputi upaya promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Dengan
menilik fungsi puskesmas tersebut, terlihat bahwa peran Puskesmas di
luar gedung lebih besar dibandingkan di dalam gedung. Puskesmas perlu
lebih banyak melakukan pemantauan pembangunan berwawasan kesehatan. Hal
ini dibutuhkan agar masyarakat memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan
melayani diri sendiri untuk sehat serta berperan aktif dalam
pelaksanaan program kesehatan. Kegiatan Puskesmas yang ada di dalam
gedung hanya terfokus pada upaya pengobatan. Upaya pengobatan dalam
jangka panjang kurang menguntungkan karena biaya untuk pengobatan
semakin lama semakin meningkat. Adanya fungsi puskesmas yang lebih
terfokus pada kegiatan di luar gedung dari pada di dalam gedung ini,
menyebabkan perlu adanya sistem manajemen yang baik terutama dalam
bidang manajemen kesehatan masyarakat.
Kompleksnya
upaya pelayanan kesehatan yang ada di Puskesmas menuntut adanya sebuah
sistem manajemen Puskesmas yang baik meliputi perencanaan, penggerakan,
pelaksanaan dan pengawasan, pengendalian dan penilaian. Namun perlu
diingat bahwa manajemen merupakan sebuah ilmu dan seni sehingga seorang
kepala Puskesmas dituntut untuk memiliki ilmu manajerial dan kemampuan
mengoptimalkan ilmu itu yang dalam hal ini berada dalam konteks
kesehatan.
Kompetensi Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Berdasarkan
penjelasan di atas, tenaga Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) baik
strata satu maupun strata dua adalah salah satu tenaga di bidang
kesehatan yang memiliki ilmu manajemen yang berkaitan dengan kesehatan
masyarakat. Ditinjau dari kurikulum pendidikan Fakultas Kesehatan
Masyarakat, maka kompetensi sarjana kesehatan masyarakat khususnya
jurusan administrasi kebijakan kesehatan, dalam kaitannya dengan
manajemen puskesmas sudah memadai.
Seorang
calon sarjana kesehatan masyarakat harus mampu menyelesaikan mata
kuliah organisasi, manajemen, perencanaan dan evaluasi , pemecahan
masalah dan pengambilan keputusan, manajemen strategik kesehatan
masyarakat, manajemen data, ekonomi kesehatan, kepemimpinan,promosi dan
pendidikan kesehatan, sosio antropologi kesehatan, komunikasi kesehatan,
etika dan hukum kesehatan serta sistem informasi kesehatan.
Saat
ini Puskesmas lebih banyak dipimpin bukan oleh sarjana kesehatan
masyarakat, Puskesmas lebih banyak dipimpin oleh tenaga medis dokter
maupun dokter gigi. Kompetensi dokter dan dokter gigi sebagai kepala
Puskesmas merupakan sebuah over qualified competence. Karena
untuk menjadi seorang administrator tidak perlu belajar anatomi,
biokimia dan ilmu bedah. Keterampilan dokter jauh lebih bermanfaat untuk
clinical care. Meskipun sebagian besar pendidikan dokter
memasukkan mata kuliah manajemen program kesehatan masyarakat (lebih
kurang untuk kegiatan pelayanan di Puskesmas).
Sebuah
penelitian telah dilakukan di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah tentang
perbedaan fungsi manajemen antara Puskesmas yang dikepalai oleh SKM dan
non SKM. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan fungsi
perencanaan, fungsi koordinasi, fungsi penggerakan, fungsi evaluasi,
serta angka cakupan program kesehatan pada Puskesmas yang dikepalai oleh
SKM dan Non SKM di Kabupaten Grobogan tahun 2007. Kabupaten Grobogan
memiliki tiga puluh Puskesmas, lima Puskesmas di antaranya dikepalai
oleh SKM, empat Puskesmas dikepalai oleh dokter gigi, dan 21 Puskesmas
dikepalai oleh dokter. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan fungsi manajemen antara Puskesmas yang dikepalai oleh SKM dan
Non SKM pada program kesehatan di Kabupaten Grobogan tahun 2007.
Dari
perbandingan kurikulum pendidikan antara SKM dan dokter, terlihat
seorang sarjana kesehatan masyarakat lebih memiliki keahlian yang
diharapkan untuk dapat menjalankan tugasnya sebagai seorang pemimpin
Puskesmas. Hal ini karena seorang pemimpin Puskesmas harus mampu
merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan
manajemen Puskesmas. Namun, keberhasilan kepemimpinan Puskesmas oleh
seorang sarjana kesehatan masyarakat berpulang kembali kepada kecerdasan
orang tersebut untuk mengaplikasikan ilmunya di Puskesmas. Dengan dasar
tersebut, seorang pemimpin puskesmas dibutuhkan dari seorang yang telah
menduduki eselon III B dengan harapan orang tersebut telah banyak
pengalaman dalam pekerjaannya.
Faktor
pengalaman lapangan yang selama ini banyak diperdebatkan memang lebih
menguntungkan dokter dan dokter gigi. Kementerian Kesehatan mewajibkan
dokter yang baru lulus melaksanakan praktik selama satu tahun di
Puskesmas dan rumah sakit. Dengan pengaturan penempatan, nantinya dokter
itu akan ditempatkan di Puskesmas selama empat bulan dan di rumah sakit
selama delapan bulan. Persyaratan yang diatur dalam peraturan Menteri
Kesehatan ini menjadi salah satu syarat memperoleh surat tanda
registrasi (STR) yang harus dimiliki dokter agar bisa berpraktik.
Keuntungan dari program ini bagi dokter adalah menambah pengalaman,
meningkatkan ketrampilan dokter, sebagai sarana untuk berkomunikasi
dengan masyarakat.
Pendidikan
sarjana kesehatan masyarakat sendiri telah memberikan bekal pengalaman
bagi sarjananya melalui program magang dan belajar lapangan di instansi
kesehatan di Puskesmas. Namun durasi waktunya lebih pendek daripada
program magang dokter dan dokter gigi (hanya sekitar dua bulan). Job description mahasiswa
magang pun masih belum jelas. Jika dokter dan dokter gigi telah
memiliki program yang jelas dengan program kedokteran komunitas,
mahasiswa kesehatan masyarakat yang magang tugasnya masih belum jelas.
Banyak di antara mahasiswa magang hanya diminta untuk terlibat dalam
pelayanan loket. Sehingga kesempatan dalam ikut serta dan belajar
langsung tentang manajemen Puskesmas masih belum optimal.
Masih Wacana Efisiensi Dokter Bukan Wacana Kompetensi SKM
Kepala
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Kesehatan
mengungkapkan bahwa saat ini dari 8.000-an Puskesmas di Indonesia,
sekitar 30% belum memiliki dokter. Kenyataan bahwa disfungsi dokter
menjadi kepala Puskesmas dapat mengganggu fungsi puskesmas yang
sesungguhnya. Perawat menjalankan praktek pengobatan di Puskesmas dan
dokter jadi pengawas dan administrator. Jika dokter mampu untuk menjadi
pengawas yang efektif mungkin tidak masalah. Tetapi sedikit sekali fakta
yang menunjukkan ada suatu mekanisme dalam pengawasan praktek klinik
perawat. Ini tidak menyampingkan bahwa perawat pun sebetulnya ada yang
berpraktek secara rasional. Hal ini menunjukkan adanya tumpang tindih job description yang ada di Puskesmas.
Ketua
IDI wilayah DKI Jakarta, menyatakan bahwa harus ada kejelasan pada
tugas profesi dokter di Puskesmas. Tugas dokter di Puskesmas saat ini
tidak cocok dengan apa yang seharusnya dilakukan seorang dokter. Karena, dokter jadi lebih disibukkan oleh tugas manajerial dan jabatannya sebagai pejabat
kecamatan. Ketidakjelasan tugas tersebut jelas akan mempengaruhi kinerja dokter Puskesmas. Beberapa studi tentang hal ini telah dilakukan dan hasilnya menunjukkan hal yang sama. Tingkat kehadiran dokter yang rendah hingga program Puskesmas yang tidak berjalan. Namun tidak semua dapat dipukul rata karena di lain pihak banyak juga kinerja dokter Puskesmas yang tinggi walaupun harus merangkap jabatan struktural sebagai kepala Puskesmas.
kecamatan. Ketidakjelasan tugas tersebut jelas akan mempengaruhi kinerja dokter Puskesmas. Beberapa studi tentang hal ini telah dilakukan dan hasilnya menunjukkan hal yang sama. Tingkat kehadiran dokter yang rendah hingga program Puskesmas yang tidak berjalan. Namun tidak semua dapat dipukul rata karena di lain pihak banyak juga kinerja dokter Puskesmas yang tinggi walaupun harus merangkap jabatan struktural sebagai kepala Puskesmas.
Wacana
lain yang sering muncul dalam diskusi kepemimpinan Puskesmas adalah
jika Puskesmas dijabat seorang sarjana kesehatan masyarakat akan lebih
menguntungkan karena frekuensi kepindahan tidak terlalu cepat bila
dibandingkan dokter yang frekuensi kepindahannya lebih cepat mengikuti
perannya sebagai dokter yang perlu mengambil pendidikan dokter
spesialis. Wacana SKM menjadi kepala Puskesmas juga muncul karena dokter
dianggap terlalu over-qualified dalam menjalankan
Puskesmas. Untuk menjadi administrator tidak perlu belajar anatomi,
biokimia dan ilmu bedah. Keterampilan dokter dianggap akan jauh lebih
bermanfaat untuk clinical care.
Dari
penjelasan tersebut, terkesan masih mengganggap SKM sebagai warga kelas
dua setelah dokter dalam menjadi kepala Puskesmas. Alasan yang utama
masih mengakar pada dokter. Tentang dokter yang masih dibutuhkan oleh
pasien, tentang dokter yang jumlahnya terbatas, atau bahkan karena
dokter yang memiliki mobilitas tinggi. Alasan munculnya wacana SKM
menjadi kepala Puskesmas masih belum menyentuh core utama efektivitas kompetensi SKM. Belum pada market trust terhadap kemampuan SKM menjalankan manajerial kesehatan.
SKM
masih dianggap terlalu generalis karena studi administrasi kesehatan
hanya satu bagian kecil dari pelajaran mereka. Kemapuan manajemen SKM
juga selalu ditantang oleh kenyataan rumitnya masalah pelayanan
kesehatan yang pada dasarnya dikuasai oleh dokter dan perawat. Meskipun
secara teoritis, administrator bisa saja membawahi orang yang lebih
tinggi tingkat pendidikannya, tetapi bisa ada semacam hambatan
psikologis untuk mengendalikan mereka.
Solusi yang Ditawarkan
Harus ada kejelasan tentang prospek jenjang karir sarjana kesehatan masyarakat. Stakeholder yang terkait harus menyadari ke arah mana SKM akan dikembangkan. Bila memang SKM diniati untuk bisa mengisi jabatan top management
Puskesmas atau rumah sakit, maka mahasiswa kesehatan masyarakat dengan
kualifikasi dan kompetensi macam apa yang berhak menduduki jabatan
tersebut. Untuk lebih memantapkan kompetensinya, SKM harus dibekali
secara detail baik teori maupun praktek tentang total quality management of primary care sebagai ciri khas spesifik SKM dengan dokter. Atau
jika diperlukan adalah dengan membuat sebuah jenjang keprofesian SKM
agar tidak dianggap sebagai bidang ilmu yang generalis.
Untuk
menghindari penganakemasan salah satu profesi dalam menduduki jabatan
kepala Puskesmas, akan lebih adil jika rekrutmen kepala Puskesmas
dilakukan melalui open recruitment. Pemerintah Daerah sebagai
pemilik Puskesmas berwenang menetapkan kualifikasi secara terbuka ketika
mereka mencari posisi kepala Puskesmas. Siapa saja yang memenuhi syarat
dapat mengajukan lamaran. Yang paling penting adalah transparansi dalam
hal rekruitmen dan terminasi. Melalui sebuah rangkaian rekruitmen
hingga seleksi, Pemerintah akan dapat meramalkan kemampuan yang dimiliki
seorang SKM dalam memimpin Puskesmas.
Yang
paling utama adalah berikan kesempatan kepada SKM, apakah mereka mampu
menjadi kepala Puskesmas.
Masalah utama yang muncul adalah tentang
kepercayaan para pembuat kebijakan untuk memberi SKM kesempatan menjadi
kepala Puskesmas. Sudah banyak kabupaten/ kota di Jawa Timur yang telah
memberlakukan kebijakan SKM sebagai kepala Puskesmas. Namun sayangnya
tidak dibarengi dengan evaluasi yang menyeluruh. Pemerintahnya hanya
melihat bahwa output yang dihasilkan kepala Puskesmas SKM tidak lebih
baik daripada non SKM. Pelayanan kesehatan merupakan sebuah proses yang
kompleks sehingga tidak dapat hanya dilihat dari indikator output saja.
Justru yang paling penting adalah indikator proses. Masalah juga sering
muncul pada indikator input SKM, karena SKM yang ada saat ini ada yang
bukan SKM murni. Artinya mereka memiliki dasar pendidikan D3 non
kesehatan masyarakat.
Selasa, 07 Agustus 2012
Lowongan Kerja yang ada dalam Formasi CPNS BNN Tahun 2012 :
Lowongan Kerja yang ada dalam Formasi CPNS BNN Tahun 2012 :
1. Diploma Tiga (D-3) :
- Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa (Kode : 060)
- Dokter Umum (Kode : 061)
- Dokter Gigi (Kode : 061)
- Analis Intelijen Taktis (Kode : 115)
- Analis Intelijen Produk Narkotika (Kode :116)
- Psikolog (Kode : 117)
- Pelaksana Bimbingan Teknis di Bidang P4GN (Kode : 118)
- Fasilitator Rehabilitasi Pecandu Narkotika (Kode : 119)
- Analis Laboratorium Narkotika (Kode : 120)
- Pembina Mental Pecandu Narkotika (Kode : 121)
1. Diploma Tiga (D-3) :
- Kebidanan
- Keperawatan
- Kesehatan Masyarakat
- Administrasi Negara
- Agama Islam
- Agama Kristen
- Apoteker
- Dokter Umum
- Dokter Gigi
- Ekonomi Manajemen
- Farmasi
- Hubungan Internasional
- Ilmu Gizi
- Ilmu Hukum
- Ilmu Komunikasi
- Kesehatan Masyarakat
- Ekonomi Akuntansi
- Manajemen Rumah Sakit
- Pendidikan Kurikulum
- Psikologi
- Sastra Inggris
- Teknik Informatika
- Teknik Kimia
- Dokter Spesialis Jiwa
- Profesi Psikologi
Langganan:
Postingan (Atom)