Rabu, 01 Oktober 2008

Resume penelitian TB pada praktisi swasta

Resume Penelitian Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penemuan Suspek TB Paru Oleh Praktisi Swasta di Propinsi Bali Tahun 2008


Oleh : PS. IKM Universitas Udayana dan KNCV



Latar Belakang: Hasil survei prevalensi TB nasional oleh Balitbangkes Departemen Kesehatan di Jawa dan Bali menunjukkan proporsi pasien dengan gejala suspek TB paru yang mencari pengobatan ke puskesmas sebanyak 60%, ke praktisi swasta sebanyak 52%, ke rumah sakit pemerintah sebesar 40%, ke rumah sakit swasta 16%, ke bidan sebesar 10% dan tempat-tempat kesehatan lainnya sebesar 10%. Di Bali (sampai tahun 2007) strategi DOTS sudah dilaksanakan oleh 109 puskesmas dan 20 rumah sakit. Sebanyak 537 praktisi swasta telah mendapatkan sosialisasi strategi DOTS, terdiri dari 23 dokter spesialis, 161 dokter umum, 189 bidan serta 164 perawat. Dari jumlah praktisi swasta yang telah mendapat sosialisasi ternyata kontribusinya terhadap penemuan suspek TB paru di Bali masih relatif rendah (rata-rata 2,8%). Di Kabupaten Karangasem sebesar 14,1% dan di Kabupaten Tabanan hanya 1,1%. Perbandingan penemuan suspek antara rumah sakit, puskesmas dan praktisi swasta adalah 169:115:2. Berdasarkan kedua data tersebut dapat dikatakan bahwa kontribusi praktisi swasta dalam penemuan suspek TB paru sangat rendah. Sehingga sangat penting mengetahui faktor-faktor yang dapat meningkatkan kontribusi praktisi swasta dalam penemuan suspek TB paru khususnya di Propinsi Bali.

Rumusan Masalah: Apa saja faktor-faktor yang berhubungan dengan penemuan suspek TB paru oleh praktisi swasta di Propinsi Bali?

Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan rancangan case-control study (penelitian kasus-kelola). Definisi kasus adalah praktisi swasta yang pernah mengirim minimal satu pasien suspek TB paru ke puskesmas atau laboratorium yang mempunyai fasilitas pemeriksaan direct smear.

Sampel: Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 200 orang yang terdiri dari 100 kasus dan 100 kontrol. Daftar kasus diambil dari data sekunder yaitu form TB-06 sedangkan kontrol diambil dari praktisi swasta di wilayah kerja puskesmas yang sama dan belum pernah mengirim suspek TB paru.

Pengambilan data: Data diambil dengan melakukan wawancara ke tempat praktisi swasta bertugas atau ke tempat praktek menggunakan kuesioner.

Hasil penelitian: Dari 200 responden laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan, dengan jumlah 82 orang (41%) laki-laki dan 118 orang (59%) perempuan. Hampir semua responden bekerja sebagai PNS yaitu sebanyak 196 orang (98%) sisanya sebanyak 4 orang (2%) bekerja selain PNS. Sebagian besar responden adalah perawat sebanyak 83 orang (41,5%), diikuti bidan sebanyak 77 orang (38,5%), dokter sebanyak 37 orang (18,5%) dan dokter spesialis hanya 3 orang (1,5%). Sebagian besar responden mempunyai tingkat pendidikan setara SMA atau SPK sebanyak 80 orang (40%) diikuti D1 sebanyak 45 orang (22,5%), D3 sebanyak 35 orang (17,5%) dan S1 sebanyak 40 orang (20%). Berdasarkan hasil tabulasi pernah tidaknya mendapat sosialisasi program DOTS didapatkan bahwa sebagian besar praktisi swasta pernah mendapat sosialisasi berjumlah 135 orang (67,5%) yang terdiri dari 76 kasus dan 59 kontrol. Perbedaan ini berpengaruh secara bermakna terhadap kontribusi praktisi swasta dalam mengirim suspek TB paru dengan OR 2,2 dan nilai p=0,01. Faktor eksternal dalam penelitian ini adalah faktor-faktor dari luar diri praktisi seperti dari atasan atau teman pemegang program TB yang memaksa ikut berpartisipasi mengirim suspek TB. Dari hasil tabulasi didapatkan hanya 32 orang (16%) menjawab “Ya” sedangkan 168 orang (84%) menjawab “Tidak”. Akan tetapi jika dilihat perbedaan distribusi jawaban tersebut pada kelompok kasus dan kontrol didapatkan perbedaan yang bermakna dengan OR=3,6 dan nilai p=0,002. Pengaruh supervisi dari dinas kesehatan dan kunjungan oleh PMO praktisi ke tempat praktek juga berpengaruh secara bermakna terhadap pengiriman suspek, masing-masing dengan OR 2,9 dan nilai p 0,003 dan 0,002. Faktor lain yang juga berhubungan secara bermakna adalah tersedianya form pengiriman pasien suspek TB di tempat praktek, 83 orang (41,5%) menjawab “Ya” yang terdiri dari 54 kasus dan 39 kontrol dengan OR 2,9 dan nilai p=0,002. Fakta yang menarik ditemukan pada jarak Puskesmas atau laboratorium dengan tempat praktek yang ternyata mempunyai pengaruh yang bermakna dengan OR 2,6 dan nilai p=0,001 dimana 105 responden (52,5%) yang terdiri dari 64 kasus dan 41 kontrol mempunyai jarak antara tempat praktek dengan puskesmas atau laboratorium kurang dari 5 km.

Kesimpulan: Faktor-faktor yang berhubungan dengan penemuan suspek TB paru oleh praktisi swasta adalah 1. Sosialisasi tentang program DOTS kepada praktisi swasta, 2. Tekanan dari atasan atau anjuran yang terus menerus dari pemegang program TB kepada praktisi swasta, 3. Supervisi dan kunjungan dari petugas PMO praktisi secara berkelanjutan ke tempat praktek, 4. Tersediannya form pengiriman pasien suspek TB di tempat praktek, 5. Tempat rujukan yang relatif lebih dekat dengan tempat praktek.

Saran: 1. Perlu dilaksanakan sosialisasi tentang program DOTS kepada praktisi swasta secara rutin, 2. Perlu adanya tekanan dari atasan atau anjuran yang terus menerus dari pemegang program TB kepada praktisi swasta, 3. Perlu dilakukan supervisi dan kunjungan dari petugas PMO praktisi secara berkelanjutan ke tempat praktek praktisi, 4. Perlu disediakan secara aktif form pengiriman pasien suspek TB di tempat praktek praktisi, 5. Perlu disediakan fasilitas pemeriksaan direct smear disemua puskesmas.

Tidak ada komentar: