Senin, 07 Juli 2008

HIV/AIDS KINI MENGANCAM IBU RUMAH TANGGA

Text Box: OPINI

Fenomena gunung es pada kasus HIV\AIDS kini telah meluas. Kasus yang tadinya pada kelompok berisiko tinggi seperti pekerja seks dan pemakai narkoba dengan jarum suntik, kini juga turut menulari para ibu rumah tangga yang kebanyakan berada dirumah saja. Tentunya kita tidak bisa tinggal diam saja akan ancaman ini

Text Box: • Ibu rumah tangga juga rentan tertular HIV\AIDS bukan hanya para pekerja seks ataupun pemakai  narkoba yang menggunakan jarum • Perhatian yang lebih serius terhadap para ibu perlu dilakukan sebelum penularan semakin meluas kepada bayi-bayi yang menyebabkan loss generation  • Perlunya intervensi program khusus yang mengikutsertakan perempuan dalam mencegah penularan HIV/AIDS

Pembicaraan tentang HIV/AIDS sering kali kita kaitkan dengan perilaku berisiko tinggi seperti seks bebas, Wanita Penjaja Seks (WPS), Pemakai narkoba yang berganti-ganti jarum suntik. Kondisi ini justru meninabobokan program penanggulangan HIV/AIDS dimana fokus program yang kebanyakan pada perilaku berisiko saja. Padahal kondisi penyebarannya justru terus meluas dan dapat membahayakan pada ibu dan bayinya.

Ternyata ibu-ibu yang hanya tinggal dirumah saja, juga dapat tertular HIV/AIDS. Padahal perilaku mereka baik-baik saja, namun pasangannya yang sering menjadi media penularannya. Suami yang jajan diluar tanpa sepengetahuan istrinya dan tidak menggunakan alat pengaman kondom tanpa dia sadari telah tertular HIV dan menularkan kepada istrinya yang ada dirumah. Makin tahun kasus-kasus seperti ini semakin bertambah seiring dengan meningkatnya jumlah kasus HIV/AIDS.

Celakanya lagi, calon ibu memiliki kemungkinan besar untuk menularkan HIV kepada bayinya. Sehingga bayi yang baru lahir tanpa dosa tersebut mengidap HIV dan rentan akan berbagai penyakit. Kalau sudah demikian tidak banyak yang dapat kita lakukan. Mengapa kita tidak memulai dari sekarang untuk mencegahnya?

Sejak kasusnya ditemukan tahun 1987 jumlah kasus HIV/AIDS terus mengalami peningkatan. Di Indonesia secara kumulatif berdasarkan laporan Ditjen PPM dan PL Depkes RI terdapat 6130 kasus HIV positif dan 11.868 kasus AIDS. Menurut faktor risiko Heteroseksual 5079 kasus, Homo-biseksual 451 kasus, IDU (pemakai narkoba dengan jarum suntik) 5839 kasus, transmisi perinatal 202 kasus, tidak diketahui 297 kasus.

Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Provinsi Bali jumlah kumulatif kasusnya di Bali sampai Maret 2008 telah mencapai 1986 dan 174 diantaranya meninggal. Berdasarkan golongan umur usia produktif 20-29 paling banyak yakni 1019 kasus diikuti usia 30-39 tahun mencapai 661 kasus. Sedangkan kelompok berisiko yang banyak terkena pada heteroseks sebanyak 1.114 kasus, IDU (pemakai jarum suntik) sebanyak 639 kasus, Homoseks sebanyak 123 kasus, perinatal (dari ibu kepada bayinya) sebanyak 23 kasus dan tidak diketahui penyebabnya 87 kasus. Angka prevalensi AIDS penduduk provinsi Bali mencapai 22,91 per 100.000 urutan ketiga setelah Papua dan DKI Jakarta.

Itu kasus yang baru terlaporkan saja sebab seperti fenomena gunung es, situasi sebenarnya kasus yang riil di lapangan bisa lebih banyak lagi. Perhitungan estimasi yang dilakukan oleh Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) tahun 2006/2007 diketahui jumlah ODHA di Indonesia adalah antara 170.000 –210.000 orang, dan untuk Bali adalah sekitar 4.041 orang. Berdasarkan data tersebut dapat kita lihat bahwa usia produktif ternyata lebih banyak jumlahnya ini bertanda sepuluh tahun mendatang kita akan banyak kehilangan pemuda-pemuda harapan bangsa.

Apabila kita cermati kembali sebenarnya awal mula dari kasus ini karena perilaku yang memang tidak sehat. Jadi, sebenarnya sangat mudah untuk mengatasinya dengan mengintervensi perilaku berisiko tersebut. Perilaku seks tidak setia pada pasangan, berganti-ganti pasangan, penggunaan jarum suntik pada pengguna narkoba yang saling bertukar sering kali menjadi penyebabnya. Sebab HIV menular melalui kontak seperti darah, cairan air mani, asi. Namun tidak akan menular lewat sentuhan secara langsung.

Health Behavior Program harus terus digalakkan sebab apabila kasus ini terus meluas justru dapat menyebabkan angka kematian (mortalitas), angka kesakitan (morbiditas) terus meningkat dan harapan hidup masyarakat Indonesia menjadi menurun yang akan mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Apabila ini yang terjadi maka sumber daya manusia yang kita miliki secara kualitas akan semakin rapuh.

Kerugian Negara juga akan semakin besar karena harus menanggung biaya pengobatan. Belum lagi opportunity cost yang cukup besar, keluarga juga akan kehilangan sumber penghasilan dan secara tidak langsung negara juga akan kekurangan penghasilan dari pajak. Belum lagi bayi-bayi yang terkena lama-kelamaan kita bisa loss generation. Sekarang ini diberbagai negara sedang mengembangkan life quality sumber daya manusianya. Jadi kita sebaiknya mulai berbenah menuju kualitas hidup yang lebih baik.

Selama ini intervensi kebanyakan diberikan hanya pada pekerja seks, dan pemakai narkoba sehingga jarang perhatian kita tujukan pada para ibu yang juga rentan terkena. Mereka sepatutnya mendapat perhatian serius karena para ibu yang melayani dan dekat dengan suami, menjaga anak-anaknya. Kondisi ini sangat baik dimana para ibu dapat menjadi mediasi yang baik dalam memberikan bimbingan tentang perilaku sehat kepada anak dan suaminya. Sekarang ini saja sudah 202 kasus di Indonesia dan 23 kasus HIV/AIDS diantaranya dilaporkan di Bali yang disebabkan karena perinatal.

Beberapa hasil survey menunjukan para ibu justru banyak dan rentan tertular HIV saat mengandung bayinya. Hal ini disebabkan karena saat mengandung bayi usia 6-8 bulan para suami kesulitan untuk berhubungan seks dengan istrinya dan kesempatan ini digunakan untuk jajan diluar rumah dengan wanita penjaja seks (WPS). Kondisi ini menyebabkan suami dapat menularkan HIV kepada istrinya.

HIV/AIDS menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu penanganan serius karena selama ini masih belum ditemukan obat yang efektif untuk menyembuhkan. Kebanyakan obat hanya mampu menghambat perkembangan virus dan memperkuat daya tahan tubuh namun itu harus terus diminum seumur hidup dan ini membutuhkan biaya yang besar. Sedangkan jumlah penderita makin hari makin bertambah. Permasalahan ini perlu peranan semua pihak, tentunya kita tidak boleh berdiam diri melihat ancaman yang begitu besar kedepannya.

Langkah Antisipasi

Selama ini kita telah melakukan berbagai program dalam penanggulangan semakin meluasnya kasus HIV/AIDS seperti dengan pendidikan kesehatan terhadap pekerja seks, pemakai narkoba yang menggunakan jarum suntik agar menggunakan jarum yang steril atau sekali pakai, Pembagian kondom gratis dan tindakan preventif lainnya.

Namun untuk melakukan upaya preventif diperlukan langkah-langkah yang terintegrasi dengan masing-masing program dan lintas sektoral. Perhatian pada para ibu sebenarnya memiliki potensial dalam upaya pencegahannya. Pendidikan kesehatan dimulai dari rumah untuk itu perlu diberikan pemahaman yang baik akan pengertian, bahaya dan langkah penanggulangannya kepada para ibu. Untuk kemudian dapat diinformasikan kepada para suami dan anak-anaknya.

Menggerakan program PKK adalah salah satu caranya. Home Education Program dalam hal ini perlu kita coba terapkan. Seorang istri yang paling dekat dengan suami dan anak-anaknya jadi merekalah yang dapat dengan mudah mengintervensi perilaku suami dan anak-anaknya. Program seperti inilah yang perlu kita lakukan dalam memberikan edukasi pada masyarakat.

Hindari Perilaku seks tidak sehat seperti berganti-ganti pasangan, tidak setia kepada pasangan, gunakan jarum suntik yang steril dan jangan berbagi dalam penggunaan jarum suntik terutama pada pengguna narkoba. Gunakanlah kondom apabila berhubungan dengan wanita lain untuk menghindari risiko tertular HIV.

Memasukan pendidikan tentang HIV/AIDS pada kurikulum sekolah juga patut kita dukung, menimbang selama ini penderita HIV didominasi usia produktif 20 – 30 tahun. Kalau mereka sampai terkena tentunya kita akan kehilangan orang-orang produktif sebagai generasi penerus bangsa. Padahal hal ini hanya disebabkan perilaku mereka yang keliru dan ketidaktahuan mereka akan bahaya yang dihadapinya.

Penulis adalah Dosen Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana

Tidak ada komentar: