Jumat, 26 Desember 2008

Selamat Tahun Baru



SELAMAT TAHUN BARU &
SELAMAT KEPADA ALUMNI YANG TELAH LULUS CPNS DEPKES DAN DAERAH

Senin, 15 Desember 2008

Penyakit Hepatitis C


Penyakit Hepatitis C
Penyakit Hepatitis C adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis C (HCV= Hepatitis C virus). Virus Hepatitis C masuk ke sel hati, menggunakan mesin genetik dalam sel untuk menduplikasi virus Hepatitis C, kemudian menginfeksi banyak sel lainnya.
15% dari kasus infeksi Hepatitis C adalah akut, artinya secara otomatis tubuh membersihkannya dan tidak ada konsekwensinya. Sayangnya 85% dari kasus, infeksi Hepatitis C menjadi kronis dan secara perlahan merusak hati bertahun-tahun. Dalam waktu tersebut, hati bisa rusak menjadi sirosis (pengerasan hati), stadium akhir penyakit hati dan kanker hati.
Penyebab Hepatitis C

virus Hepatitis C
Hepatitis berarti pembengkakan pada hati.Banyak macam dari virus Hepatitis C. Dalam banyak kasus, virus yang masuk ke dalam tubuh, mulai hidup di dalam sel hati, mengganggu aktivitas normal dari sel tersebut, lalu menggunakan mesin genetik dalam sel untuk menduplikasi virus Hepatitis C kemudian menginfeksi sel lain yang sehat.
Jika anda penderita Hepatitis C, sangat penting untuk mengkonsumsi makanan sehat dan menghindari alkohol. Alkohol akan memperparah kerusakan hati anda, baik anda dalam pengobatan ataupun tidak.
Salah satu gejala umum dari Hepatitis C adalah kelelahan kronis. Kelelahan juga bisa sebagai efek samping pengobatan Hepatitis C. Rasa lelah akibat Hepatitis C dapat diatasi dengan istirahat cukup dan menjalankan olah raga yang rutin.
Virus Hepatitis C sangat pandai merubah dirinya dengan cepat. Sekarang ini ada sekurang-kurangnya enam tipe utama dari virus Hepatitis C (yang sering disebut genotipe) dan lebih dari 50 subtipenya.
Hal ini merupakan alasan mengapa tubuh tidak dapat melawan virus dengan efektif dan penelitian belum dapat membuat vaksin melawan virus Hepatitis C. Genotipe tidak menentukan seberapa parah dan seberapa cepat perkembangan penyakit Hepatitis C, akan tetapi genotipe tertentu mungkin tidak merespon sebaik yang lain dalam pengobatan.
Gejala Hepatitis C
Sering kali orang yang menderita Hepatitis C tidak menunjukkan gejala, walaupun infeksi telah terjadi bertahun-tahun lamanya.
Jika gejala-gejala di bawah ini ada yang mungkin samar :
• Lelah
• Hilang selera makan
• Sakit perut
• Urin menjadi gelap
• Kulit atau mata menjadi kuning (disebut "jaundice") jarang terjadi
Dalam beberapa kasus,Hepatitis C dapat menyebabkan peningkatan enzim tertentu pada hati, yang dapat dideteksi pada tes darah rutin. Walaupun demikian, beberapa penderita Hepatitis C kronis mengalami kadar enzim hati fluktuasi ataupun normal.
Meskipun demikian, sangat perlu untuk melakukan tes jika anda pikir anda memiliki resiko terjangkit Hepatitis C atau jika anda pernah berhubungan dengan orang atau benda yang terkontaminasi. Satu-satunya jalan untuk mengidentifikasi penyakit ini adalah dengan tes darah.
Penularan Hepatitis C
Penularan Hepatitis C biasanya melalui kontak langsung dengan darah atau produknya dan jarum atau alat tajam lainnya yang terkontaminasi. Dalam kegiatan sehari-hari banyak resiko terinfeksi Hepatitis C seperti berdarah karena terpotong atau mimisan, atau darah menstruasi. Perlengkapan pribadi yang terkena kontak oleh penderita dapat menularkan virus Hepatitis C (seperti sikat gigi, alat cukur atau alat manicure). Resiko terinfeksi Hepatitis C melalui hubungan seksual lebih tinggi pada orang yang mempunyai lebih dari satu pasangan.
Penularan Hepatitis C jarang terjadi dari ibu yang terinfeksi Hepatitis C ke bayi yang baru lahir atau anggota keluarga lainnya. Walaupun demikian, jika sang ibu juga penderita HIV positif, resiko menularkan Hepatitis C sangat lebih memungkinkan. Menyusui tidak menularkan Hepatitis C.
Jika anda penderita Hepatitis C, anda tidak dapat menularkan Hepatitis C ke orang lain melalui pelukan, jabat tangan, bersin, batuk, berbagi alat makan dan minum, kontak biasa, atau kontak lainnya yang tidak terpapar oleh darah. Seorang yang terinfeksi Hepatitis C dapat menularkan ke orang lain 2 minggu setelah terinfeksi pada dirinya.

Faktor Resiko Hepatitis C





Karena Hepatitis C menular dari orang ke orang melalui kontak dengan darah yang terinfeksi virus Hepatitis C, aktivitas yang meningkatkan kontak dengan darah tersebut perlu dipertimbangkan sebagai faktor resiko.
Faktor resiko yang paling umum adalah pengguna obat bius suntik dan darah serta produk transfusi darah sebelum tahun 1992

Faktor resiko lain seperti tato dan tindik tubuh. Tinta atau jarum tato yang digunakan untuk membuat tato atau menindik dapat menjadi pembawa virus Hepatitis C dari satu pelanggan ke pelanggan lainnya, jika pelaku tidak melakukan sterilasasi pada perlengkapannya.

Faktor resiko lainnya adalah luka tertusuk jarum, terutama pada pekerja kesehatan, hemodialisis dan transplantasi organ sebelum tahun 1992.

Luka karena jarum suntik, yang seringkali terjadi pada petugas kesehatan, dapat menjadi alat penularan virus Hepatitis C. Probabilitas penularan virus Hepatitis C melalui jarum suntik lebih besar dibanding dengan virus HIV.

Sekarang ini, pada penderita HIV ada protokol standar dalam penanganan jarum suntik untuk mengurangi resiko tertular HIV atau AIDS. Sayangnya, tidak ada protokol yang sama untuk penanganan pada penderita Hepatitis C untuk menghindari penularan melalui jarum suntik.

Pengguna Obat Bius Suntik
Dua pertiga pengguna obat bius suntik mengidap Hepatitis C.

Orang yang menggunakan obat bius suntik, walaupun sekali, memiliki resiko tinggi tertular Hepatitis C. Sekarang ini, resiko terinfeksi virus Hepatitis C melalui obat bius suntik lebih tinggi dibandingkan terinfeksi HIV sekitar 60% hingga 80% yang terinfeksi Hepatitis C sedangkan yang terinfeksi HIV sekitar 30%.

Virus Hepatitis C mudah sekali menyebar melalui berbagi jarum, jarum suntik dan perlengkapan lain pengguna obat bius suntik.

Hubungan Seksual
Meskipun Hepatitis tidak mudah menular melalui hubungan seksual, prilaku seksual yang beresiko, terutama yang memilki pasangan seksual lebih dari satu, menjadi pemicu meningkatnya resiko terinfeksi virus Hepatitis C.

Sekitar 15 % infeksi Hepatitis C ditularkan melalui hubungan seksual. Penularan melalui hubungan seksual pada Hepatitis C tidak setinggi pada Hepatitis B. Walaupun demikian, prilaku seks yang beresiko tinggi berhubungan dengan peningkatan resiko tertular Hepatitis C. Faktor resiko dari penularan Hepatitis C melalui hubungan seksual meliputi

Memiliki lebih dari satu pasangan
Pengguna jasa PSK
Luka karena seks (kurangnya pelicin pada vagina dapat meningkatkan resiko penularan melalui darah)
Melakukan hubungan seksual sewaktu menstruasi.
Pada pasangan yang menikah, resiko penularan meningkat sejalan dengan lamanya perkawinan. Hal ini berkaitan dengan hubungan seksual dan berbagi perlengkapan (seperti sikat gigi, silet cukur, gunting kuku dan sebagainya).

Jika anda memiliki hubungan seksual dengan orang yang memiliki faktor resiko terinfeksi Hepatitis C, anda sebaiknya menjalankan tes untuk Hepatitis C juga.

Senin, 01 Desember 2008

PERKEMBANGAN HIV/AIDS DI DUNIA


ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME
Oleh : dr. Adi Sasongko, MA
(Yayasan Kusuma Buana, Jakarta)

* PERKEMBANGAN HIV/AIDS DI DUNIA :

Kasus pertama ditemukan di San Fransisco pada seorang gay tahun 1981.

Menurut UNAIDS(Badan PBB untuk penanggulangan AIDS) s/d akhir 1995, jumlah orang yang terinfeksi HIV (Human Immuno-deficiency Virus) di dunia telah mencapai 28 juta dimana 2,4 juta diantaranya adalah kasus bayi dan anak. Setiap hari terjadi infeksi baru sebanyak 8500 orang, sekitar 1000 diantaranya bayi dan anak.

Sejumlah 5,8 juta orang telah meninggal akibat AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome), 1,3 juta diantaranya adalah bayi dan anak. -AIDS telah menjadi penyebab kematian utama di Amerika Serikat, Afrika Sub-sahara dan Thailand. Di Zambia, epidemi AIDS telah menurunkan usia harapan hidup dari 66 tahun menjadi 33 tahun, di Zimbabwe akan menurun dari 70 tahun menjadi 4o tahun dan di Uganda akan turun dari 59 tahun menjadi 31 tahun pada tahun 2010.

* POLA PENULARAN VIRUS AIDS :

Virus AIDS ditemukan dalam cairan tubuh manusia, dan paling banyak ditemukan pada darah, cairan sperma dan cairan vagina. Pada cairan tubuh lain juga bisa ditemukan (seperti misalnya cairan ASI) tetapi jumlahnya sangat sedikit.

Sejumlah 75-85% penularan terjadi melalui hubungan seks (5-10% diantaranya melalui hubungan homoseksual), 5-10% akibat alat suntik yang tercemar (terutama pada pemakai narkotika suntik), 3-5% melalui transfusi darah yang tercemar.

Infeksi HIV sebagian besar (lebih dari 80%) diderita oleh kelompok usia produktif (15-49 tahun) terutama laki-laki, tetapi proporsi penderita wanita cenderung meningkat.

Infeksi pada bayi dan anak, 90% terjadi dari ibu yang mengidap HIV. Sekitar 25-35% bayi yang dilahirkan oleh Ibu pengidap HIV akan menjadi pengidap HIV, melalui infeksi yang terjadi selama dalam kandungan, selama proses persalinan dan melalui pemberian ASI. Dengan pengobatan antiretroviral pada ibu hamil trimester terakhir, risiko penularan dapat dikurangi menjadi hanya 8%.

* SIAPA YANG RAWAN TERHADAP VIRUS AIDS ? :

Infeksi virus AIDS terutama disebabkan oleh perilaku seksual berganti-ganti pasangan. Oleh karena itu yang paling berisiko untuk tertular AIDS adalah siapa saja yang mempunyai perilaku tersebut. Harus diingat bahwa perilaku seperti ini bukan hanya dimiliki oleh kelompok pekerja seks tetapi juga oleh kelompok lain seperti misalnya remaja, mahasiswa, eksekutif muda dsb. Jadi yang menjadi masalah disini bukan pada "kelompok" mana tetapi pada "perilaku" yang berganti-ganti pasangan.

* PERJALANAN INFEKSI HIV/AIDS :

Pada saat seseorang terkena infeksi virus AIDS maka diperlukan waktu 5-10 tahun untuk sampai ke tahap yang disebut sebagai AIDS. Setelah virus masuk kedalam tubuh manusia, maka selama 2-4 bulan keberadaan virus tersebut belum bisa terdeteksi dengan pemeriksaan darah meskipun virusnya sendiri sudah ada dalam tubuh manusia. Tahap ini disebut sebagai periode jendela. Sebelum masuk pada tahap AIDS, orang tersebut dinamai HIV positif karena dalam darahnya terdapat HIV. Pada tahap HIV+ ini maka keadaan fisik ybs tidak mempunyai kelainan khas ataupun keluhan apapun, dan bahkan bisa tetap bekerja seperti biasa. Dari segi penularan, maka dalam kondisi ini ybs sudah aktif menularkan virusnya ke orang lain jika dia mengadakan hubungan seks atau menjadi donor darah.

Sejak masuknya virus dalam tubuh manusia maka virus ini akan menggerogoti sel darah putih (yang berperan dalam sistim kekebalan tubuh) dan setelah 5-10 tahun maka kekebalan tubuh akan hancur dan penderita masuk dalam tahap AIDS dimana terjadi berbagai infeksi seperti misalnya infeksi jamur, virus-virus lain, kanker dsb. Penderita akan meninggal dalam waktu 1-2 tahun kemudian karena infeksi tersebut.

Di negara industri, seorang dewasa yang terinfeksi HIV akan menjadi AIDS dalam kurun waktu 12 tahun, sedangkan di negara berkembang kurun waktunya lebih pendek yaitu 7 tahun.

Setelah menjadi AIDS, survival rate di negara industri telah bisa diperpanjang menjadi 3 tahun, sedangkan di negara berkembang masih kurang dari 1 tahun. Survival rate ini berhubungan erat dengan penggunaan obat antiretroviral, pengobatan terhadap infeksi oportunistik dan kwalitas pelayanan yang lebih baik.

Pola infeksi secara global, sekitar 90% kasus HIV/AIDS ada di negara berkembang.
Saat ini penyebarannya adalah :

o Afrika Sub-sahara : 14 juta
o Asia Selatan-Tenggara : 4,8 juta
o Asia Timur-Pasifik : 35.000
o Timur Tengah : 200.000
o Karibia : 270.000
o Amerika Latin : 1,3 juta
o Eropa Timur - Asia Tengah : 30.000
o Australia : 13.000
o Eropa Barat : 470.000
o Amerika Utara : 780.000

Dengan globalisasi, pergerakan penduduk dan pertumbuhan ekonomi, episentrum infeksi HIV/AIDS saat ini bergeser ke Asia.

* PENCEGAHAN AIDS :

Pada prinsipnya, pencegahan dapat dilakukan dengan cara mencegah penularan virus AIDS. Karena penularan AIDS terbanyak adalah melalui hubungan seksual maka penularan AIDS bisa dicegah dengan tidak berganti-ganti pasangan seksual. Pencegahan lain adalah melalui pencegahan kontak darah, misalnya pencegahan penggunaan jarum suntik yang diulang, pengidap virus tidak boleh menjadi donor darah.

Secara ringkas, pencegahan dapat dilakukan dengan formula A-B-C. A adalah abstinensia, artinya tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah. B adalah be faithful, artinya jika sudah menikah hanya berhubungan seks dengan pasangannya saja. C adalah condom, artinya jika memang cara A dan B tidak bisa dipatuhi maka harus digunakan alat pencegahan dengan menggunakan kondom.

* PREDIKSI YANG AKAN DATANG :

Tahun 2000, diperkirakan jumlah kasus HIV/AIDS akan meningkat menjadi 30-40 juta orang dan pertambahan kasus baru terbanyak akan ditemukan di Asia Selatan dan Tenggara.

Di negara industri telah terlihat penurunan jumlah kasus baru (insidens) per tahun. Di Amerika Serikat, telah turun dari 100.000 kasus baru/tahun menjadi 40.000 kasus baru/tahun. Pola serupa juga terlihat di Eropa Utara, Australia dan Selandia Baru.

Penurunan kasus baru berkait dengan tingkat pemakaian kondom, berkurangnya jumlah pasangan seks dan memasyarakatnya pendidikan seks untuk remaja.

Penurunan infeksi HIV juga terjadi sebagai dampak membaiknya diagnosa dini dan pengobatan yang adekwat untuk penyakit menular seksual (PMS). Di Tanzania, daerah yang pelayanan PMSnya berjalan baik mempunyai insidens HIV yang 40% lebih rendah. Penelitian di Pantai Gading, Afrika memperlihatkan bahwa pengobatan PMS juga mengurangi viral load sehingga mengurangi infectivity.

* TAHAPAN PANDEMI AIDS :

Pada awalnya dimulai dengan penularan pada kelompok homoseksual (gay). Karena diantara kelompok homoseksual juga ada yang biseksual, maka infeksi melebar ke kelompok heteroseksual yang sering berganti-ganti pasangan.

Pada tahap kedua, infeksi mulai meluas pada kelompok pelacur dan pelanggannya.

Pada tahap ketiga, berkembang penularan pada isteri dari pelanggan pelacur.

Pada tahap ke empat mulai meningkat penularan pada bayi dan anak dari ibu yang mengidap HIV.

* KERENTANAN WANITA PADA INFEKSI HIV :

Wanita lebih rentan terhadap penularan HIV akibat faktor anatomis-biologis dan faktor sosiologis-gender.

Kondisi anatomis-biologis wanita menyebabkan struktur panggul wanita dalam posisi "menampung", dan alat reproduksi wanita sifatnya "masuk kedalam" dibandingkan pria yang sifatnya "menonjol keluar". Keadaan ini menyebabkan mudahnya terjadi infeksi khronik tanpa diketahui oleh ybs. Adanya infeksi khronik akan memudahkan masuknya virus HIV.

Mukosa (lapisan dalam) alat reproduksi wanita juga sangat halus dan mudah mengalami perlukaan pada proses hubungan seksual. Perlukaan ini juga memudahkan terjadinya infeksi virus HIV.

Faktor sosiologis-gender berkaitan dengan rendahnya status sosial wanita (pendidikan, ekonomi, ketrampilan). Akibatnya kaum wanita dalam keadaan rawan yang menyebabkan terjadinya pelcehan dan penggunaan kekerasan seksual, dan akhirnya terjerumus kedalam pelacuran sebagai strategi survival.

Kasus di Ghana dalam pembangunan Bendung Sungai Volta, menyebabkan ribuan penduduk tergusur dari kampung halamannya. Kaum pria bisa memperoleh kesempatan kerja sebagai buruh dan kemudian menjadi nelayan. Kaum wanita yang hanya terbiasa dengan pekerjaan pertanian akhirnya tersingkir ke kota dan terjerumus pada pekerjaan hiburan dan penyediaan jasa seksual. Akibatnya banyak yang menderita penyakit menular seksual (termasuk HIV) dan meninggal akibat AIDS.

Di Thailand Utara, akibat pembangunan ekonomi dan industri yang berkembang pesat menyebabkan lahan pertanian berkurang dan wanita tergusur dari pekerjaan tradisionalnya di bidang pertanian. Sebagian besar kemudian migrasi ke kota-kota besar dan menjadi pekerja seks dan akhirnya tertular oleh HIV.

* SITUASI HIV/AIDS DI INDONESIA :

Sampai dengan bulan September 1996, jumlah kasus HIV/AIDS mencapai 449 orang, dengan kelompok umur terbanyak pada usia 20-29 tahun (47%) dan kelompok wanita sebanyak 27%. Kelompok usia produktif (15-49 tahun) mencapai 87%. Dilihat dari lokasi, kasus terbanyak ditemukan di DKI Jakarta, Irian Jaya dan Riau.

Jumlah kasus yang tercatat diatas adalah menurut catatan resmi yang jauh lebih rendah dari kenyataan sesungguhnya akibat keterbatasan dari sistem surveilance perangkat kesehatan kita.

Permasalahan HIV/AIDS di banyak negara memang memperlihatkan fenomena gunung es, dimana yang tampak memang jauh lebih kecil dibandingkan jumlah sesungguhnya.

Upaya penanggulangan AIDS di Indonesia masih banyak ditujukan kepada kelompok-kelompok seperti para pekerja seks dan waria, meskipun juga sudah digalakkan upaya yang ditujukan pada masyarakat umum, seperti kaum ibu, mahasiswa dan remaja sekolah lanjutan. Yang masih belum digarap secara memadai adalah kelompok pekerja di perusahaan yang merupakan kelompok usia produktif.

Proyeksi perkembangan kasus HIV/AIDS di Indonesia diperkirakan akan menembus angka 1 juta kasus pada tahun 2005, dan sesuai pola epidemiologis yang ada maka jumlah kasus terbanyak akan ada pada kelompok usia produktif (patut diingat bahwa pada tahun 2003 Indonesia akan memasuki pasar bebas APEC dan membutuhkan SDM yang tangguh untuk bersaing di pasar global).

* PENGOBATAN DAN VAKSINASI :

Pertemuan Konperensi Internasional AIDS ke XI di Vancouver bulan Juli 1996 yl melaporkan penggunaan tiga obat kombinasi (triple drugs) yang mampu menurunkan viral load hingga jumlah minimal dan memberikan harapan penyembuhan.

Kendala yang dihadapi untuk pengobatan adalah biaya yang mahal untuk penyediaan obat dan biaya pemantauan laboratorium, yang mencapai US$ 16.000 - US$ 25.000/tahun. Kendala lain adalah kepatuhan penderita untuk minum obat secara disiplin dalam jangka waktu 1,5 - 3 tahun, karena obat yang diminum secara tidak teratur akan menyebabkan resistensi.

Diperkirakan karena mahalnya biaya pengobatan, maka hanya ada 5-10% pengidap HIV yang mampu berobat dengan menggunakan triple drugs ini. Jika masalah biaya ini tidak bisa diatasi, maka adanya obat tidak akan mampu memberantas HIV/AIDS secara bermakna.

Penelitian untuk menemukan vaksi pencegahan HIV juga terus dilakukan. Biaya vaksinasi diperkirakan tidak akan semahal triple drugs. Seandainyaoun ditemukan vaksin untuk pencegahan HIV, kendalanya adalah harus dicapainya jumlah cakupan vaksinasi yang tinggi (80%) jika diinginkan dampak pemberantasan HIV. Untuk mencapai cakupan sebesar ini, diperkirakan akan membutuhkan biaya yang cukup mahal dan sulit disediakan oleh negara berkembang.

Dampak sampingan dari mahalnya obat dan ketersediaan biaya untuk pelaksanaan vaksinasi, menyebabkan munculnya isu diskriminasi baru yaitu kaya dan miskin. Pengidap HIV yang kaya akan mampu menyediakan biaya untuk triple drugs, tetapi yang miskin tetap akan mati. Negara industri kaya bisa menyediakan biaya untuk mencapai cakupan vaksinasi yang tinggi, sedangkan negara berkembang mungkin tidak akan mampu.

* KESIMPULAN :

Upaya pencegahan tetap lebih baik dan cost-effective dibandingkan dengan upaya pengobatan. Untuk itu perlu dimasyarakatkan upaya pencegahan AIDS bagi seluruh lapisan masyarakat, termasuk untuk kelompok remaja-mahasiswa.

Minggu, 30 November 2008

Mewujudkan Derajat Kesehatan Masyarakat

Mewujudkan Derajat Kesehatan Masyarakat
Oleh Dr. Made Molin Yudiasa, MARS.

Beberapa indikator kesehatan, seperti umur harapan hidup, angka kematian bayi, angka kematian ibu melahirkan, gizi buruk, angka kematian dan kesakitan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan immunisasi makin tahun makin menunjukkan peningkatan. Demikian pula pembangunan fasilitas pelayanan kesehatan dan penyediaan tenaga kesehatan makin merata, makin meningkat jumlah dan kualitasnya.

Tetapi, di saat segenap bangsa Indonesia pada umumnya dan komponen kesehatan khususnya memperingati Hari Kesehatan Nasional pada 12 November 2008, patut kita akui ternyata tantangan baru di bidang kesehatan muncul yang mengakibatkan seolah-olah pembangunan kesehatan jalan di tempat. Tantangan baru seperti narkoba, penyakit HIV/AIDS, dan flu burung yang semakin meningkat permasalahannya seolah-olah menutupi keberhasilan pembangunan kesehatan. Belum lagi kemajuan teknologi bidang medik dan kesehatan yang semakin canggih mengakibatkan biaya untuk penyediaan pelayanan kesehatan makin mahal. Sementara kemampuan masyarakat untuk membeli jasa pelayanan kesehatan tidak sejalan dengan kenaikan biaya pelayanan kesehatan. Hal ini menjadi keluhan masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan seolah-olah menguak ketidakberhasilan pembangunan kesehatan.

Pemerintah, karena berfungsi sebagai otoritas pembangunan kesehatan mempunyai tanggung jawab atas keberhasilan pembangunan kesehatan, wajar menjadi tumpuan sekaligus hujatan masyarakat atas permasalahan kesehatan.

Mengingat pembangunan kesehatan begitu luas dan kompleks, tidak mungkin seluruh aspek pembangunan kesehatan dikerjakan oleh pemerintah. Komponen bangsa lainnya seperti masyarakat, organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat, para pebisnis dapat dan wajib membantu pemerintah dalam menyukseskan pembangunan termasuk di bidang kesehatan.

Untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sehingga kualitas bangsa meningkat sebetulnya banyak faktor yang mempengaruhinya. Seperti perilaku masyarakat, kondisi lingkungan masyarakat, pelayanan kesehatan dalam arti yang luas, dan ada juga pengaruh keturunan walaupun perannya sangat kecil.

Intervensi yang memerlukan biaya murah tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap kesehatan masyarakat adalah terhadap faktor lingkungan dan perilaku masyarakat dalam mendukung hidup sehat.

Sementara pelayanan kesehatan mempunyai pengaruh yang agak kecil dalam mewujudkan derajat kesehatan, tetapi membutuhkan dana yang besar. Sayangnya perhatian masyarakat lebih banyak tertuju pada pelayanan kesehatan yang paling banyak dirasakan oleh masyarakat. Tuntutan yang terus-menerus, mendorong pemerintah untuk semakin memperluas usaha- pembangunan sarana kesehatan untuk bisa semakin memeratakan jangkauannya.

Walaupun memerlukan biaya besar dibanding dampak yang ditimbulkan untuk mewujudkan derajat kesehatan tampaknya pemerintah lebih memprioritaskan untuk kebutuhan jangka pendek yaitu menyelenggarakan pembangunan pelayanan kesehatan daripada mendorong perubahan perilaku masyarakat dalam menuju hidup sehat dan meningkatkan kesehatan lingkungan. Ini karena membangun sarana pelayanan kesehatan dampak politiknya jauh lebih kelihatan dan lebih besar. Tidak heran kalau pemerintah kabupaten berlomba-lomba mengucurkan dananya untuk rumah sakit atau mengubah puskesmas menjadi puskesmas perawatan. Sementara untuk dana operasional puskesmas bagi pembinaan masyarakatnya sangat seret.

Kebijakan mengubah puskesmas menjadi puskesmas perawatan belum menyentuh kepentingan masyarakat karena banyak puskesmas perawatan yang mubazir tanpa pernah ada yang menghuni untuk dirawat. Kecuali, puskesmas yang jauh dari rumah sakit atau ibu kota kabupaten seperti Nusa Penida, Kintamani, Kubu dan Seraya yang daerahnya terpencil. Akibatnya kucuran dana oprasional puskesmas untuk program promosi dan preventif menjadi seret, sehingga tidak intensifnya/terbengkalainya upaya-upaya pembinaan guna menyehatkan lingkungan dan mengubah perilaku masyarakat untuk hidup sehat.

Kondisi ini diperburuk lagi dengan perubahan pola organisasi pemerintahan di tingkat kecamatan yang menempatkan puskesmas di bawah camat. Sehingga, otonomi dokter, baik sebagai kepala puskesmas maupun sebagai tenaga fungsional merasa dikendalikan oleh staf kecamatan sehingga motivasi dokter sebagai kepala puskesmas kemungkinan terpengaruh. Kondisi seperti ini akan bisa dinetralisasi kalau sebagian besar dari tenaga kesehatan, terutama dokter memahami bahwa kesehatan itu adalah hak asasi manusia, sehingga pemerintah dan tenaga kesehatan bertanggung jawab atas kesehatan masyarakat.

Jadi yang menjadi kompas/pedoman tenaga kesehatan adalah kepentingan masyarakat, apa pun bentuk dan hirarki organisasi kesehatan di tingkat kecamatan.

Peran IAKMI

Kalau kita amati pembangunan kesehatan saat ini, tampak terjadi perubahan paradigma di mana pembangunan kesehatan lebih banyak dilaksanakan oleh pemerintah, sedangkan masyarakat lebih banyak menuntut. Seolah-olah kesehatan itu semata-mata tanggung jawab pemerintah. Peran serta masyarakat dalam mewujudkan kesehatan masyarakat semakin hari semakin menyusut. Dampaknya terjadi pergeseran dalam konsep pembangunan kesehatan, di mana pembangunan untuk program kuratif/pengobatan dan rehabilitatif lebih mendapat prioritas akibat tuntutan masyarakat yang lebih gencar di bidang ini daripada pembangunan kesehatan dengan program promotif dan preventif.

Dengan perkembangan teknologi kesehatan dan teknologi kedokteran semakin meningkat pembiayaan untuk program kuratif/pengobatan dan rehabilitatif menyedot dana semakin tahun semakin besar. Sedangkan untuk program-program promotif dan preventif semakin mengecil mendapat porsi dana padahal program preventif dan promotif mempunyai dampak yang jauh lebih besar dalam meningkatkan derajat kesehatan, bahkan dapat mengurangi pembiayaan program kuratif.

IAKMI -- Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia -- sebagai sebuah perkumpulan, di mana berkumpul para pakar-pakar di bidang kesehatan masyarakat, mempunyai peran dan tanggung jawab membantu pemerintah dan masyarakat dalam pembangunan kesehatan untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

Banyak hal yang bisa disumbangkan oleh IAKMI dalam pembangunan kesehatan masyarakat, yang arahnya untuk mengubah paradigma pembangunan, menyeimbangkan peran pelaksana pembangunan agar seimbang antara peran pemerintah dan peran masyarakat. Juga mengubah paradigma program pembangunan agar seimbang antara program promotif dengan program kuratif dan rehabilitatif. Peran ini bisa dilaksanakan lewat tawaran konsep-konsep pembangunan yang berwawasan kesehatan, yang bisa disampaikan kepada otoritas pembangunan kesehatan seperti Dinas Kesehatan kabupaten/kota maupun provinsi. Bisa juga aktivitas langsung kepada kelompok-kelompok masyarakat lewat pembinaan perubahan perilaku masyarakat menuju hidup sehat dan mewujudkan lingkungan sehat.

Peran juga bisa diwujudkan dengan mendorong masyarakat menyisihkan dana kesehatan buat keluarga dengan ikut dalam jaminan kesehatan masyarakat daerah (Jamkesda).

Hari Kesehatan Nasional yang jatuh pada 12 November merupakan suatu momen bersejarah bagi pengurus IAKMI yang baru dalam berkiprah membantu pemerintah dan masyarakat dalam mewujudkan masyarakat sehat.



Penulis, penasihat IAKMI Cabang Bali



* Untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sehingga kualitas bangsa meningkat faktor perilaku masyarakat, kondisi lingkungan masyarakat, pelayanan kesehatan dalam arti yang luas, dan keturunan banyak mempengaruhi.

* Peran serta masyarakat dalam mewujudkan kesehatan masyarakat semakin hari semakin menyusut.

* Banyak hal yang bisa disumbangkan oleh IAKMI dalam pembangunan kesehatan masyarakat, yang arahnya untuk mengubah paradigma pembangunan, menyeimbangkan peran pelaksana pembangunan agar seimbang antara peran pemerintah dan peran masyarakat.

Tentang Rabies


Rabies(penyakit anjing gila) adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies, dan ditularkan melalui gigitan hewan penular rabies terutama anjing, kucing dan kera.



PENYEBAB
Virus rabies.

Virus rabies terdapat dalam air liur hewan yang terinfeksi. Hewan ini menularkan infeksi kepada hewan lainnya atu manusia melalui gigitan dan kadang melalui jilatan. Virus akan masuk melalui saraf-saraf menuju ke medulla spinalis dan otak, dimana mereka berkembangbiak. Selanjutnya virus akan berpindah lagi melalui saraf ke kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur.

Banyak hewan yang bisa menularkan rabies kepada manusia. Yang paling sering menjadi sumber dari rabies adalah anjing; hewan lainnya yang juga bisa menjadi sumber penularan rabies adalah kucing, kelelawar, rakun, sigung, rubah.

Rabies pada anjing masih sering ditemukan di Amerika Latin, Afrika dan Asia, karena tidak semua hewan peliharaan mendapatkan vaksinasi untuk penyakit ini. Hewan yang terinfeksi bisa mengalami rabies buas atau rabies jinak. Pada rabies buas, hewan yang terkena tampak gelisah dan ganas, kemudian menjadi lumpuh dan mati. Pada rabies jinak, sejak awal telah terjadi kelumpuhan lokal atau kelumpuhan total.

Meskipun sangat jarang trjadi, rabies bisa ditularkan melalui penghirupan udara yang tercemar. Telah dilaporkan 2 kasus yang terjadi pada penjelajah yang menghirup udara di dalam goa dimana banyak terdapat kelelawar.


Gejala
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 30-50 hari setelah terinfeksi, tetapi masa inkubasinya bervariasi dari 10 hari sampai lebih dari 1 tahun. Masa inkubasi biasanya paling pendek pada orang yang digigit pada kepala atau tempat yang tertutup celana pendek atau bila gigitan terdapat di banyak tempat.

Pada 20% penderita, rabies dimulai dengan kelumpuhan pada tungkai bawah yang menjalar ke seluruh tubuh. Tetapi penyakit ini biasanya dimulai dengan periode yang pendek dari depresi mental, keresahan, tidak enak badan dan demam. Keresahan akan meningkat menjadi kegembiraan yang tak terkendali dan penderita akan mengeluarkan air liur.

Kejang otot tenggorokan dan pita suara bisa menyebankan rasa sakit luar biasa. Kejang ini terjadi akibat adanya gangguan daerah otak yang mengatur proses menelan dan pernafasan. Angin sepoi-sepoi dan mencoba untuk minum air bisa menyebabkan kekejangan ini. Oleh karena itu penderita rabies tidak dapat minum. Karena hal inilah, maka penyakit ini kadang-kadang juga disebut hidrofobia (takut air).


Diagnosa
Jika seseorang digigit hewan, maka hewan yang menggigit harus diawasi. Immunofluoresensi (tes antibodi fluoresensi) yang dilakukan terhadap hewan tersebut bisa menunjukkan bahwa hewan tersebut menderita rabies.

Biopsi kulit, dimana kulit leher diambil untuk diiperiksa dibawah mikroskop, biasanya dapat menunjukkan adanya virus.


Pengobatan
Jika segera dilakukan tindakan pencegahan yang tepat, maka seseorang yang digigit hewan yang menderita rabies kemungkian tidak akan menderita rabies. Orang yang digigit kelinci dan hewan pengerat (termasuk bajing, tikus) tidak memerlukan pengobatan lebih lanjut karena hewan-hewan tersebut jarang terinfeksi rabies. Tetapi bila digigit binatang buas (sigung, rakun, rubah dan kelelawar) diperlukan pengobatan lebih lanjut karena hewan-hewan tersebut mungkin saja terinfeksi rabies.

Tindakan pencegahan yang paling penting adalah penanganan luka gigitan sesegera mungkin. Daerah yang digigit dibersihkan dengan sabun, tusukan yang dalam disemprot dengan air sabun. Jika luka telah dibersihkan, kepada penderita yang belum pernah mendapatkan imunisasi dengan vaksin rabies diberikan suntikan immunoglobulin rabies, dimana separuh dari dosisnya disuntikkan di tempat gigitan.

Jika belum pernah mendapatkan imunisasi, maka suntikan vaksin rabies diberikan pada saat digigit hewan rabies dan pada hari ke 3, 7, 14 dan 28. Nyeri dan pembengkakan di tempat suntikan biasanya bersifat ringan. Jarang terjadi reaksi alergi yang serius, kurang dari 1% yang mengalami demam setelah menjalani vaksinasi.

Jika penderita pernah mendapatkan vaksinasi, maka resiko menderita rabies akan berkurang, tetapi luka gigitan harus tetap dibersihkan dan diberikan 2 dosis vaksin (pada hari 0 dan 2).

Sebelum ditemukannya pengobatan, kematian biasanya terjadi dalam 3-10 hari. Kebanyakan penderita meninggal karena sumbatan jalan nafas (asfiksia), kejang, kelelahan atau kelumpuhan total. Meskipun kematian karena rabies diduga tidak dapat dihindarkan, tetapi beberapa orang penderita selamat. Mereka dipindahkan ke ruang perawatan intensif untuk diawasi terhadap gejala-gejala pada paru-paru, jantung dan otak. Pemberian vaksin maupun imunoglobulin rabies tampaknya efektif jika suatu saat penderita menunjukkan gejala-gejala rabies.


PENCEGAHAN
Langkah-langkah untuk mencegah rabies bisa diambil sebelum terjangkit virus atau segera setelah terjangkit. Sebagai contoh, vaksinasi bisa diberikan kapada orang-orang yang beresiko tinggi terhadap terjangkitnya virus, yaitu : - dokter hewan - petugas laboratorium yang menangani hewan-hewan yang terinfeksi - orang-orang yang menetap atau tinggal lebih dari 30 hari di daerah dimana rabies pada anjing banyak ditemukan - para penjelajah gua kelelawar.

Vaksinasi memberikan perlindungan seumur hidup. Tetapi kadar antibodi akan menurun, sehingga orang yang berisiko tinggi terhadap penyebaran selanjutnya harus mendapatkan dosis buster vaksinasi setiap 2 tahun

diduga Rabies kembali muncul di Bali

Senin, 24 Nopember 2008
sumber : Bali Post

Tiga Meninggal, Diduga Rabies
Denpasar (Bali Post) -
Hingga kini sudah ada tiga korban meninggal di wilayah Kuta Selatan. Mereka diduga karena rabies. Akibatnya pemerintah pusat langsung menginstruksikan pihak berwenang di Bali untuk melakukan pengecekan. Setelah dicek, hasil observasi masih nihil alias belum ditemukan wabah rabies.

Tim gabungan Dinas Peternakan Provinsi Bali, Dinas Peternakan Badung, Balai Veteriner dan Yayasan Yudisthira, Sabtu (22/11) langsung turun ke lapangan untuk melakukan penelusuran di wilayah Ungasan. Tim dipimpin Kadis Peternakan Provinsi Bali I.B. Raka.

Tim menyasar Banjar Sari Karya, Ungasan. Di wilayah ini, terdapat enam kasus gigitan anjing. Anjing milik warga setempat itu terakhir menggigit 13 November 2008.

Tim gabungan sebenarnya hendak membawa dan mengobservasi anjing itu di kantor Peternakan. Namun urung dilaksanakan dengan berbagai pertimbangan. Akhirnya tim hanya memberikan kandang dan memutuskan observasi intensif dilakukan di rumah pemilik.

Serangan anjing juga terjadi di Banjar Bakung Sari, Balangan. Namun tidak sampai ada korban jiwa. Ada tiga warga yang telah digigit. Kecurigaan muncul karena setelah menggigit beberapa hari kemudian anjing milik warga itu mati. Kecurigaan tidak terbukti, karena dipastikan anjing yang menggigit itu mati karena sudah tua. Penelusuran tim gabungan tersebut sementara waktu berkesimpulan kasus serangan anjing di wilayah Ungasan dan sekitarnya tidak mengindikasikan mewabahnya rabies.



Dua Meninggal

Sementara itu, seorang warga Banjar Giri Dharma Unggasan, Kuta Selatan meninggal, Minggu (23/11) kemarin sekitar pukul 15.00 wita setelah sempat mendapatkan perawatan selama semalam di RS Sanglah. Ia sebelumnya dicurigai terkena rabies karena sebulan sebelum masuk RS ia pernah digigit anjing. Lima hari sebelumnya, seorang warga juga digigit anjing dan meninggal.

Menurut Nyere, warga setempat, tiga hari sebelum dilarikan ke RS Sanglah, korban mengalani nyeri pada bagian tubuh yang pernah digigit anjing. Saat dibawa ke RS Sanglah, kondisinya masih dalam keadaan sadar. 'Tetapi tadi (siang kemarin - red) dia kejang-kejang sampai harus dipegang oleh satpam dan diborgol,' tutur Nyere. Sesaat kemudian, sekitar pukul 15.00 wita kemarin nyawanya tidak bisa diselamatkan.

Kasi Yanmed Rawat Jalan RS Sanglah dr. Ken Wirasandhi, Minggu kemarin, membantah korban terserang penyakit rabies. Hal yang sama dikatakan Kepala IRD RS Sanglah dr. Kuning Atmadjaya, Sp.B. Menurutnya, pasien awalnya memang dicurigai terkena rabies melihat latar belakang sakitnya. 'Tetapi setelah dilakukan tes darah di laboratorium, hasilnya negatif rabies dan pasien positif mengidap radang otak,' tutur Kuning.

Penyakit rabies, menurut Kuning, membutuhkan waktu inkubasi sekitar 1 sampai 1,5 bulan atau satu minggu jika virus rabies tersebut ganas. 'Awalnya pasien akan mengalami infeksi pada lukanya. Setelah itu, timbul gejala pasien takut air. Jika sudah kronis, pasien akan mengeluarkan air liur terus-menerus dan gampang curiga serta mengamuk,' jelas Kuning.

Menurutnya, pasien benar-benar akan diberikan obat rabies jika hasil pemeriksaan darahnya positif rabies. 'Setelah itu, pasien akan dikarantina,' ujar Kuning.

Meski negatif rabies, berdasarkan pantauan Bali Post, penanganan korban hingga akhirnya meninggal layaknya penyakit menular. Perawat yang mengurusi jenazahnya tampak memakai alat pelindung diri dan masker. Ruang Ratna juga digembok sehingga pengunjung tidak masuk dengan bebas ke dalam ruangan. (kmb24)